Jumat, 15 Juni 2012

ILMU AL MUHKAM WAL MUTASYABIH



A. PENGERTIAN
Menurut bahasa Muhkam berasal dari kata ihkam yang berarti kekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan, dan pencegahan. Namun , semua pengertian ini pada dasarnya kembali pada makna pencegahan.
Sedang kata mutasyabih berasal dari kata tasyabuh yang secara bahasa berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaran antara dua hal.
Dalam Al Quran terdapat ayat-ayat yang menggunakan kedua kata ini atau kata jadiannya.
Pertama, firman Allah :

artinya; “sebuah kitab yang disempurnakan [dijelaskan] ayat-ayatnya” [Q.S.Hud 1].
Kedua, Firman Allah :

Artinya : “Al-Quran yang serupa[mutasyabih]lagi berulang-ulang,,,,,[Q.S.Al-Zumar;23]
Ketiga , Firman Allah :

((ال عمران : ۷
Artinya :. Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat[183], Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat[184]. adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. ( Q.S Ali Imran : 7)

Maksud dari ayat pertama adalah kesempurnaannya dan tidak adanya pertentangan antara ayat-ayatnya. Maksud mutasyabih dalam ayat kedua adalah menjelaskan segi kesamaran ayat-ayat Al Quran dalam kebenaran, kebaikan dan kemkjizatannya.
Sedangkan dari ayat ketiga inilah pengertian muhkam dan mutasyabih yang menjadi perhatian dalam pembahasan ini. Karena memang ada bebepapa penulis ulumul Quran seperti Al-Zarqani, Shubhi Al Shalih Dan Abd. Mun`aim Al-Namir memandang tidak ada pertentangan antara ketiga ayat tersebut.

Secara istilah , para ulama berbeda pendapat pula dalam merumuskan devinisi muhkam dan mutasyabih. Diantara devinisi yang dikemukakan oleh Al Zarqani yang sebagiannya dikutip dari Al Suyuthi yaitu sebaga berikut :
1. Muhkam ialah ayat yang jelas maksudnya lagi nyata yang tidak mengandung kemungkinan nasakh. Mutasyabih ialah ayat yang tersembunyi (maknanya), tidak diketahui maknanya baik secara aqli maupun naqli, dan inilah ayat-ayat yang hanya Allah mengetahuinya, seperti datangnya hari kiamat .pendapat ini di bangsakan Al-Alusi kepada pemimpin-pemimpin madzhab Hanafi.
2. Muhkam ialah ayat yang diketahui maksudnya, baik secaran nyata maupun melalui takwil. Mutasyabih ialah ayat yang hanya Allah yang mengetahui maksudnya baik seara nyata maupun melalui takwil. Seperti datangnya hari kiamat, keluarnya dajjal, huruf yang terputus-putus diawal surat. Pendapat ini dibangsakan kepada Ahli sunnah sebagai pendapat yang terpilih dikalangan mereka.
3. Muhkam ialah ayat yang tidak mengandung kecuali satu kemungkinan makna takwil. Mutasyabih ialah ayat yang mengandung banyak kemungkinan makna takwil. Pendapat ini dibangsakan kepada ibn Abbas dan kebanyakan Ahli ushul fiqh mengikutinya.
4. Muhkam ayat yang tunjukkan makna kuat, yang lafal nas dan lafaz zahir. Mutasyabih ialah ayat yang tunjukkan maknanya tidak kuat, yaitu lafal mujmal, muawwal dan musykil. Pendapat ini dibangsakan kepada imam Al-Razi dan banyak peneliti yang memilihnya.

Dari devinisi di atas dapat kita ketahui dua hal penting.
 Dalam membicarakan muhkam tidak ada kesulitan. Muhkam adalah ayat yang jelas atau rajah maknanya.
 Pembicaraan tentang mutasyabih menimbulkan masalah yang perlu dibahas lebih lanjut. Apa sumber yang melahirkan mutasyabih, berapa macam mutasyabih, dan bagaiman sikap ulama dalam menghadapinya.

2. SEBAB-SEBAB TERJADINYA TASYABUH DALAM Al-QURAN.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa sebab tasyabuh atau mutasyabih adalah ketersenbunyian maksud bahwa ketersembunyian itu bisa kembali kepada lafal atau kepada makna atau kepada lafal dan makna sekaligus.
Contoh-contoh:
1. ketersembunyian pada lafal


Lafal أبٌّdisini mutasyabih karena ganjilnya dan jarangnya digunakan. Kata أبٌّ diartikan rumput-rumputan berdasarkan pemahaman dari ayat berikutnya :
متاعاً لكمْ ولأنعامكمْ (عبس :)۳۲
Mutasyabih yang timbul dari ketersembunyian pada makna adalah ayat-ayat mutasyabihat tentang sifat-sifat tuhan; dan sebagainya. Mutasyabih yang timbul dari ketersembunyian pada makna dan lafal sekaligus adalah seperti;


Artinya; 189. dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya[*], akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.

[*] pada masa jahiliyah, orang-orang yang berihram di waktu haji, mereka memasuki rumah dari belakang bukan dari depan. hal Ini ditanyakan pula oleh para sahabat kepada Rasulullah s.a.w., Maka diturunkanlah ayat ini.

Ayat ini tidak dapat difahami oleh orang yang tidak mengetahui adat bangsa arab dizaman jahiliah. Diriwayatkan bahwa beberapa orang anshar jika berihram (untuk haji atau umrah) tak seorang pun mereka mau memasuki pagar atau rumah dari pintunya. Jika ia seorang penduduk kota, ia menggali lubang di belakang rumah-rumahnya. Jika ia seorang penduduk kota,ia menggali lubang dibelakang rumah-rumahnya dan ia keluar dan masuk dari sana. Jika ia orang baduy ia keluar dari belakang gubuknya. Sehubungan dengan itu ayat ini diturunkan.

Kemudian, menurut Al-Zarqani, ayat-ayat mutasyabihat dapat dibagi keada tiga macam.
1. Ayat-ayat yang seluruh manusia tidak sampai kepada maksudnya, seperti pengetahuan tentang Zat Allah dan hakikat sifat-sifat-Nya. Pengetahuan tentang waktu kiamat dan hal-hal gaib lainnya. Allah berfirman :


Artinya: “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali dia sendiri”, (Q.S. Al-An`am 59)
2. Ayat-ayat yang setiap orang bisa mengetahui maksudnya melalui penelitian dan pengkajian, seperti ayat-ayat mutasyabihat yang kesamarannya timbul akibat ringkas, panjang, urutan,dan seumpamanya, Allah berfirman :


Artinya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat..”. (Q.S. An Nisa :3)

Maksud ayat ini tidak jelas dan ketidakjelasannya timbul karena lafalnya yang ringkas.kalimat asalnya berbunyi :

3. Ayat-ayat mutasyabihat yang maksudnya dapat diketahui oleh para ulama tertentu dan bukan semua ulama. Maksud yang demikian adalah makna-makna yang tinggi yang memenuhi hati orang-orang yang jernih jiwanya dan mujtahid.

3. PANDANGAN DAN SIKAP ULAMA MENGHADAPI AYAT-AYAT MUTASYABIH.

Telah dikemukakan bahwa ayat-ayat mutasyabihat itu berbagai macam sebab bentuknya. Dalam bagian ini, pembahasan khusus tentang ayat-ayat mutasyabihat yan menyangkut sifat-sifat Tuhan yang dalam istilah As-Suyuthi “ayat Al-Shifat”, dan dalam istilah Shubhi Al-Shahih (mutasyabih Al-Shifat). Ayat-ayat yang termasuk dalam kategori ini banyak. Diantaranya adalah:

Artinya:. (yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy[*].(Q.S. Thaha : 5)

[*] bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.

2.

Artinya :. Dan datanglah Tuhanmu; sedang malaikat berbaris-baris.(Q.S. Al Fajr :22)

3.

Artinya : Dan dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya…….. (Q.S. Al An`am : 61)

4.

Artinya :. Supaya jangan ada orang yang mengatakan: "Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang Aku Sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah ),(Q.S.Az-Zumar : 56)

5.

Artinya : “Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Q.S.Ar Rahman : 27)


Artinya :…….. dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku,(Q.S.Thaha:39)

7.

Artinya :….. tangan Allah di atas tangan mereka[*],
.
[*] orang yang berjanji setia Biasanya berjabatan tangan. Caranya berjanji setia dengan Rasul ialah meletakkan tangan Rasul di atas tangan orang yang berjanji itu. jadi maksud tangan Allah di atas mereka ialah untuk menyatakan bahwa berjanji dengan Rasulullah sama dengan berjanji dengan Allah. jadi seakan-akan Allah di atas tangan orang-orang yang berjanji itu. hendaklah diperhatikan bahwa Allah Maha Suci dari segala sifat-sifat yang menyerupai makhluknya.

Dalam ayat-ayat ini teardapat kata-kata “bersemayam”, “datang”, diatas”, “ sisi”, “wajah”, “mata”, dan “tangan” yang dibanggakan ataundijadikan sifat bagi Allah. Kata-kata ini menunjukkan keadaan, tempat dan anggota yang layak bagi makhluk yang baharu. Karena dalam ayat-ayat tersebut kata-kata ini dibangsakan kepada Allah yang Qadim, maka sulit dipahami maksud yang sebenarnya, karena itu pula , ayat-ayat tersebut dinamakan “Mutasyabih a-Shifat”. Selanjutnya, dipertanyakan apakah maksud ayat-ayat ini dapat diketahui oleh manusia atau tidak?
Untuk menjawab pertanyaan ini, Shubhi Al-Shalih membedakan pendapat ulama kedalam dua mazhab.
1. Mazhab Salaf, yaitu orang-orang yang mempercayai dan mengimani sifat-sifat mutasyabih itu dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri. Mereka mensucikan Allah dari pengertian-pengertian lahir yang mustahil ini bagi Allah dan mengimaninya sebagaimana yang diterangkan Al-Quran serta menyerahkan urusan mengetahui hakikatnya kepada Allah sendiri, mazhab ini disebut pula madzhab Mufawwidah atau Tafwid. Adapun dalil (argument) yang digunakan oleh mazhab ini adalah dua, yaitu dalil aqli(berdasarkan kaidah bahasa arab) dan dalil naqli(hadits dan atsar sahabat). Menurut As-Suyuthi , inilah yang menjadi pendapat kebanyakan sahabat, thabi`in, tabi`I al-tabi`in, dan orang-orang sesudah mereka, khususnya Ahlu Sunnah. Pandangan ini adalah riwayat yang paling shahih dari shahih dari ibn Abbas.
2. Mazhab Khalaf, yaitu ulama yang mewakilkan lafal yang makna lahirnya mustahil kepada makna yang baik dangan zat Allah. Karena itu mereka disebut juga Muawwilah atau mazhab takwil. Mereka memaknakan
• “Istiwa” dengan ketinggian yang abstrak , berupa pengendalian Allah terhadap alam ini tanpa merasa kepayahan.
• “kedatangan Allah” diartikan dengan kedatangan perintahnya.dll.
Demikian system penafsiran ayat-ayat mutasyabihat yan ditempuh oleh ulama Khalaf. Semua lafal yang mengandung makna “cinta”,”murka” dan “malu” bagi Allah ditakwil dengan makna majaz yang terdekat. Mazhab ini juga mempunyai argument (dalil) naqli dan aqli berupa atsar sahabat. Menurut mereka suatu hal yang harus dilakukan adalah memalingkan lafal dari keadaan kehampaan yang mengakibatkan kebingungan manusia karena membiarkan lafal terlantar tak bermakna. Selama mungkin mentakwil kalam Allah dengan makna yang benar, maka nalar mengharuskan untuk melakukannya.
3. As-Suyuthi mengemukakan bahwa Ibnu Daqiq Al-Id mengemukakan pendapat yang menengahi kedua mazhab di atas. Ibnu Daqiq Al-Id berpendapat bahwa jika takwil itu dekat dari bahasa Arab maka tidak dipungkiri dan jika takwil itu jauh maka kita tawaquf(tidak memutuskannya). Kita meyakini maknanya menurut cara yang dimaksudkan serta mensucikan Tuhan dari sesuatu yang tidak layak bagi-Nya.
Setiap orang percaya bahwa makna yang diambil dari hasil penakwilan dan penafsiran bukanlah makna yang pasti bagi lafal-lafal ayat mutasyabihat. Tidak seorangpun dapat menjamin bahwa itulah makna yang sebenarnya dan secara pasti dimaksudkan oleh Allah.
Ayat-ayat mutasyabihat mengandung banyak kemungkinan makna. Karena itu, ayat ayat seperti ini tidak boleh dipahami secara berdiri sendiri. Untuk memahaminya secara benar harus melalui petunjuk ayat-ayat muhkamat, selanjutnya keterangan ini menynjukka bahwa ayat-ayat mutasyabihat dapat dipahami dengan merujuk kandungan ayat-ayat muhkamat.



KESIMPULAN
1. Muhkam berasal dari kata ihkam yang berarti kekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan, dan pencegahan.
2. mutasyabih berasal dari kata tasyabuh yang secara bahasa berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaran antara dua hal.
3. Muhkam ialah ayat yang diketahui maksudnya, baik secaran nyata maupun melalui takwil. Mutasyabih ialah ayat yang hanya Allah yang mengetahui maksudnya baik seara nyata maupun melalui takwil. Seperti datangnya hari kiamat, keluarnya dajjal, huruf yang terputus-putus diawal surat. Pendapat ini dibangsakan kepada Ahli sunnah sebagai pendapat yang terpilih dikalangan mereka.
4. ayat-ayat mutasyabihat dapat dibagi keada tiga macam.1. Ayat-ayat yang seluruh manusia tidak sampai kepada maksudnya.2) Ayat-ayat yang setiap orang bisa mengetahui maksudnya melalui penelitian dan pengkajian, seperti ayat-ayat mutasyabihat yang kesamarannya timbul akibat ringkas, panjang, urutan,dan seumpamanya.3) Ayat-ayat mutasyabihat yang maksudnya dapat diketahui oleh para ulama tertentu dan bukan semua ulama.
5. Ada dua mazhab yang membahas tentang masalah ini yaitu mazhab khalaf dan mazhab salaf.

Daftar Pustaka
Syadali, Ahmad. Rofi`I, Ahmad. Ulumul Quran.Pustaka Setia.Bandung.2000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar